Catatan Seorang MC: Lampu Motor Mati, Air Mata Pengantin dan KBG St. Klaus Tenda
Haiii kita jumpa lagi. Setelah sebelumnya kita berjumpa di satu tenda nikah kak Mario dan kak Winda (27/6) yang lalu, kini kita berjumpa via barisan kata demi kata ini. Saya pribadi belum bisa melupakan perjalanan ngeMC nikah di Lamba yang lalu. Asli. Apa e. Vibesnya adem sekali. Selain karena acara berjalan lancar, harus diakui, seluruh komponen di acara tersebut ikut ambil bagian menyukseskan hari bahagia kak Mario dan kak Winda.
Perkenalan awal
Tanggal 26 Mei 2025, tepatnya jam 11.58 siang pesan masuk di saya punya WA. Kura-kura demikian chat nomor baru tersebut. “Hallo slmt siang kak minta maaf menggangu , mau tnya utk tggl 27 juni ite msih free?” Tuhan Allah e, saya butuh beberapa detik untuk mencermati pesan ini. Asli. Kata masih free ini mengandung banyak makna. Mungkin saja, pertama di tanggal 27 saya jomblo atau kedua saya tidak ada kegiatan. Iya to? Nah saya langsung membalas. “Halo kaka tabe neka rabo untuk jastip atau untuk apa kaka?”.
Mungkin saja kaka pengirim pesan tersebut langsung tersadar. “Oiaaa kak untuk MC kak”?. Ternyata untuk MC. Saya langsung membalas. Belum ada job. Masih free. Nah defenisi masih free di percakapan sebelum baru masuk. Masih free job MC. Tercatat, nikah tanggal 27 Juni 2025 malam di Natas kampung Lamba.
Usut punya usut, namanya kak Winda, calon pengantin wanita. Ia mendapat kontak dari kak Yaflin, pengantin wanita asal Lamba juga yang saya pandu resepsi acaranya pada November 2024 yang lalu. Jadi sudah. Kita gas di Natas kampung Lamba desa Golo Nderu kecamatan Lamba Leda Selatan kabupaten Manggarai Timur.
Perjalanan pun dimulai. Saya bertemu kedua mempelai di rumah kak Mario di Tenda di tanggal 7 Juni. Malam hari kami bertemu. Saya bertandang ke Tenda. Di pertemuan ini kami membahas persiapan acara. Saya pun mendapat kesempatan untuk memberi gambaran mengenai susunan acara nanti kepada kedua orang tua dan kedua pengantin. Seperti biasa, saya menjelaskan dari mata acara pembuka di awal sampai di penutup. Beberapa hal teknis pun saya sampaikan untuk diketahui oleh kedua pengantin, kak Mario dan kak Winda.
Menjelang hari H
Bersama kedua mempelai, kami menyepakati untuk mengadakan gladi menjelang hari H tepatnya di hari Kamis (26/6) sore menjelang malam di kemah pesta. Alhasil, saya harus ke Lamba di hari yang telah ditentukan. Hari yang disepakati pun tiba. Saya berhenti jalan jastip di jam 4 sore. Setelahnya beristirahat sejenak untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Nggari, rumahnya kaka Winda.
Saya keluar Ruteng menjelang jam 6 sore. Jalan pelan. Menikmati perjalanan ceritanya. Tiba di Nggari kurang lebih menjelang jam 7 malam. Rumah kak Winda tepat di pinggir jalan. Tidak sulit menemukan rumah kak Winda. Seperti biasa, duduk, menunggu datangnya kopi baru makan malam.
Ini khas Manggarai. Di pesta-pesta yang anda jumpai, pelayanannya seperti ini. Suguhan kopi khas Manggarai Timur juga begitu nikmat. Aroma kopi menyatu dengan kebun kopi yang tumbuh subur di Poco Lia. Anda tahu Poco Lia? Kalau tidak tahu ketik di google. Kalau punya hobi mendaki gunung, cobalah mendaki Poco Lia.
Kembali ke laptop e. kami memulai gladi di kemah kurang lebih jam 9 lewat. Teman-teman dekorasi sedang memasang dekorasi dan alat band sudah ada di panggung. Kami mulai gladi. Di awal masuk, ada pilihan, apakah kak Mario dan kak Winda langsung berjalan ke depan pelaminan atau sendiri-sendiri? Juga, mau jalan saja diiringi musik atau kak Mario mau sambil nyanyi?
Pilihan kedua yang dipilih. Kak Mario akan bernyanyi. Langsung berdiri di depan pelaminan, menjemput kehadiran kak Winda, ada sesi wawancara cerita cinta, ucapan terima kasih kepada orang tua, wedding cake, saling suap, wedding dance dan wedding kiss dan diakhiri dengan ucapan terima kasih dari pengantin. Gladi berjalan lancar. Kurang lebih jam 10 lewat gladi selesai. Saya memutuskan belum pulang Ruteng. Duduk sebentar di kemah sembari menulis kembali hal-hal penting terkait susunan acara besoknya.
Lampu motor mati, rantai motor terlepas
Kura-kura demikian. Menjelang jam 11 saya memutuskan untuk pulang Ruteng. Jalan yang sudah baik sekali dari Watu Cie ke Lamba, membuat saya tidak berpikir apa-apa untuk mengarungi malam. Jalan saja, demkian kata hati. Siap motor dan jalan. Belum saja ban depan motor CB Verza yang saya kendarai menyentuh aspal jalanan, lampu motor depan mati. Tanpa berpikir panjang saya langsung memukul lampu depan.
Hal ini saya lakukan karena dikasus sebelumnya, setelah saya memukul lampu depan, lampu akan nyala dengan sendirinya. Eh ini tidak juga hidup. Masih saja mati. Saya memutuskan untuk lanjut jalan menggunakan lampu rating. Setelah melewati cabang gereja saya memutuskan berhenti. Lagi-lagi, saya memukul lampu depan. Belum juga nyala.
Tampak dari kejahuan, langit gelap sekali. Nyala lampu rating tidak membantu. Remang-remang. Ahhhhhhh. Saya kemudian memutuskan untuk kembali ke kemah. Saya memilih untuk pulang bersama tim dekorasi, mengandalkan lampu oto pick up yang mereka bawa. Oke gas. Tiba di kemah, tim dekorasi heran saya kembali ke kemah. Mereka juga kaget ketika saya mengatakan lampu motor mati.
Jam 12 lewat tim dekor selesai menata bunga-bunga. Lanjut minum kopi dan pulang. Saya pun mengendarai motor di depan pick up. Dibantu lampu depan pick up, saya memacu kuda besi dengan penuh percaya diri. Untung saja ada mereka. Kalau tidak, saya harus tidur di Lamba. Keesokan harinya baru balek Ruteng. Kemungkinan terburuknya demikian. Tapi tidak jadi. Kami tiba di Ruteng kurang menjelang jam 1 dini hari. Tiba Ruteng juga. Tuhan Allah e.
Di hari H, cerita berbeda yang terjadi. Rantai motor terlepas. Ceritanya, saya meninggalkan kota Ruteng di jam 6 menuju Lamba. Hari pesta ini. Pikirnya, sebelum jam 7 sudah tiba di Nggari. Eh tahu-tahunya, rantai motor terlepas di Lame. Untung saja dekat dengan bengkel dan bengkel itu belum tutup. “Mori saya bayang kalau bengkel ini sudah tutup. Selesai sudah”, guman saya dalam hati. “Kae ite perbaik dulu ka biar kasih sambung saja ini rantai motor. Saya mau ke Lamba kae mau MC nikah”, jelas saya penuh harap.
Waktu sudah menunjukan pukul 18.40. “Sudah kae”. Tanpa berpikir panjang saya langsung bayar dan memacu motor menuju Lamba. Di jalan, di dalam hati, doa 3 Bapa Kami dan Salam Maria saya daraskan. Tiba di Nggari, saya langsung berganti pakaian di rumah Anak Wina. Tidak terasa, tiga panggilan tak terjawab tertera di layar depan HP. Kak Winda mengirim pesan. ”kk ite dimana, kami sudah di kemah”.
Acara dimulai
Acara pun dimulai. Saya tiba di kemah pesta, pengantin sudah di pintu masuk. Undangan belum penuh. Saya langsung menyibukkan diri. Mengecek persiapan di meja makan. Ternyata dua meja. Aman. Setidaknya ada empat jalur ambil makan. Setelah itu bertemu panitia. Memastikan siapa yang pimpin doa makan, membawa kue untuk suap dan pimpin goyang ragam. Pemilik nama untuk tiga tugas ini sudah saya kantongi. Aman. Selanjutnya berkoordinasi dengan band. Meneruskan informasi mengenai konsep acara. Setidaknya band bisa menyiapkan lagu sesuai konsep acara yang kami siapkan. Aman.
Acara dimulai pukul 8 lewat karena beredar kabar bapak Bupati Manggarai Timur akan hadir. Ternyata beliau tidak hadir. Saya pun membuka acara di jam 8.10. Masih tergolong cepat iw. Oiya, kemah pesta full. Semua kursi terisi semua. Setiap MC di pesta mana saja akan selalu bersemangat ketika kemah pesta full dengan bapak ibu para tamu undangan. Saya membuka acara dengan penuh keyakinan. “Selamat malam Lamba”. Acara berjalan dengan lancar. Saya pun punya beberapa catatan menarik selama acara berlangsung.
Kesatu air mata pengantin. Di sesi ucapan terima kasih kepada orang tua, suasana pecah. Kedua mempelai meneteskan air mata penuh haru. Dimulai oleh kak Mario. Belum lama bicara, ia mulai terisak. Air matanya jatuh. Ia tak kuasa menahan perasaannya. Begitu pun kak Winda. Kak Winda malah menyampaikan di awal kalau ia sadar, ia akan menangis. Keduanya larut dalam suasana penuh haru. Lalu memeluk kedua orang tua masing-masing sebagai tanda cinta mereka.
Kedua, KBG St Klaus Tenda. Sejak pertemuan pertama dengan kedua mempelai, keduanya sudah mewanti-wanti aka nada sumbangan lagu dari KBG tempat kak Mario tinggal di Ruteng. Pas sekali, KBG St. Klaus Tenda menggantikan sumbangan lagu dari rekan kerja kak Mario. Sejak awal saya membuka acara, saya sudah menduga, KBG St. Klaus ini duduk di bagian timur pelaminan. Benar sekali, saat diundang untuk bernyanyi, bagai satu rombongan, mereka berjalan penuh gagah. Kompak sekali.
Tidak hanya pada saat bernyanyi, selama membuka acara bebas dengan ragam rokatenda, dansa dan poco-poco, KBG St. Klaus ini selalu hadir. Tidak hanya itu saja. Selama lagu-lagu ragam dan beberapa lagu DJ, bapak-bapak KBG St. Klaus ikutan bergoyang. Kompak sekali e. Tidak semua KBG di Keuskupan Ruteng seperti mereka. Setiap undangan yang melihat secara saksama KBG ini saat pesta pasti punya keinginan memiliki KBG yang kompak seperti mereka. Luar biasa sekali.
Ketiga, apa e. Saya menikmati sekali acara di Lamba kemarin. Dari awal membuka acara hingga menutupnya kembali saya menikmatinya sekali. Dasar memang suka sibuk, segala hal saya kerjakan. Memastikan pengantin ikutan menikmati acaranya sendiri. Mulai dari mengecek segala persiapan di meja makan dan panitia menjelang acara dibuka hingga memandu sesi foto-foto, saya menikmati sekali. Sungguh. Vibes di Lamba beda. Ini kedua kalinya saya ngeMC di Lamba. Suasananya sama. Ramai. Luar biasa.
Terima kasih banyak Lamba terima kasih banyak kak Mario dan kak Winda, kedua keluarga besar, panitia dan tentunya undangan sekalian. Juga para Vendor yakni Deo Visual (fotografer), Ring Box Decoration (dekorasi), Deby Odom (MUA), DS Audio Langgo (Band) dan Ino Terop (terop). Para vendor pun menjalankan tugasnya secara professional. Semua MC akan bersemangat jika bekerja sama dengan para vendor yang professional. Luar biasa.
Lamba, terima kasih e. Untuk kak Mario dan kak Winda, bahagia terus ke depan.
Sampai ketemu lagi kak Mario dan kak Winda. Sampai ketemu lagi untuk Lamba. Terbaik.