Missio FC Menuju Anggota Asprov NTT?
Forza Inter ehh salah. Salam olahraga. Entah apa yang ada dalam pikiran saya menulis tulisan ini. Asli. Masih terngiang dalam memori betapa ramainya final Unika Cup 2025 yang lalu. Final yang mempertemukan SMA Negeri 2 Purang melawan SMK Tiara Nusa Borong ini sukses menyedot perhatian masyarakat sepak bola Manggarai. Bukan final ini yang mau saya ulas. Tapi, lebih dari pada itu, ekosistem sepak bola bernama Unika St Paulus Ruteng.
Eh tunggu dulu. Sudahkah anda ngopi hari ini? Kalau belum, ngopi dulu. Beli kue dan mari kita lanjutkan perbincangan di bidang sepak bola. Kembali ke laptop. Jika saya menyentil ekosistem bernama Unika St. Paulus Ruteng, juga tersurat Yayasan Santu Paulus Ruteng, sudah saatnya naik kelas. Naik kelas kemana? Daftar ke Asosiasi Provinsi (Asprov). Daftar untuk apa? Menjadi anggota Asprov atau menjadi bagian dari keanggotaan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Pertanyaan mendasar, mengapa harus mendaftar ke Asprov? Dua alasan yang bisa saya kemukakan. Kesatu, naik kelas. Naik kelas ini berarti Unika St. Paulus Ruteng, selanjutnya saya sebut Unika, beralih dari penyelenggara turnamen ke peserta turnamen. Hanya memang, turnamen yang diikuti oleh Unika tentu turnamen yang bergengsi, sebut saja El Tari Memorial Cup (ETMC) maupun Soeratin Cup.
Kemana arah dari dua turnamen ini? ETMC sebagai Liga 4 Indonesia bermuara ke Liga 1 Indonesia. Juara di Liga 1 Indonesia, siapa tahu ke Liga Champions Asia. Level Unika tentu turnamen yang diselenggarakan oleh Asprov atau dalam hal ini adalah PSSI. Agar bisa mengikuti turnamen yang diselenggarakan oleh PSSI, dalam hal ini Asprov, Unika mesti menjadi anggota Asprov. Untuk menjadi anggota Asprov, Unika harus mendaftar. Sama halnya dengan Yayasan Tiara Nusa yang telah mendaftar terlebih dahulu dan telah mengikuti ETMC Kota Kupang yang lalu.
Kedua, bagi saya, Unika saat ini menjadi opsi paling realistis dalam usaha memajukan sepak bola Manggarai. Lah lantas pemerintah kabupaten Manggarai apakah bukan opsi realistis tersebut? Saya tidak ingin terlalu jauh membahas pemerintah Manggarai. Sepak bola Manggarai paceklik gelar sejak tahun 2005. Harus kita akui, Unika opsi paling realistis. Unika punya segala atribut untuk menjadi jembatan kemajuan sepak bola Manggarai.
Kedua, berangkat dari poin kesatu tadi, kita bisa menelusuri jejak lainnya dari sebuah komitmen yakni orang-orang atau pemangku keputusan tertinggi di Unika. Sebut saja Romo Yayasan dan Romo Rektor. Dengan terselenggaranya Unika Cup dua tahun bertururut-turut, kita bisa menarik kesimpulan bahwa dua sosok penting di Unika ini punya komitmen yang kuat dalam menggerakkan bidang sepak bola. Komitmen ini pun berjalan beriringan dengan anggaran yang dikucurkan demi suksesnya Unika Cup. Toh saya yakin, komitmen yang sama dapat terwujud dalam proses Unika mendaftar di Asprov NTT.
Ketiga, lebih dari sekadar menyelenggarakan turnamen usia muda, Unika punya fasilitas mumpuni. Untuk fasilitas ini saya mengarah ke lapangan dan tim tangguh missio FC. Di dalam kota Ruteng sendiri, saya berpikir, selain stadion Golo Dukal, hanya lapangan Unika sajalah yang representatif untuk sebuah tim sepak bola mengembangkan dirinya. Ukuran mumpuni dan rumput yang baik adanya. Juga tim tangguh Missio FC. Tim ini salah satu tim yang akrab di telinga masyarakat sepak bola Manggarai. Bermaterikan anak kampus, tim ini jadi bagian dari UKM Kemahasiswaan. Modal lapangan dan tim tangguh sudah dimiliki Unika.
Keempat, Unika punya manajemen yang handal. Manajemen ini menjadi penting dalam mengurus tim sepak bola di kancah professional. Untuk hal ini kita tentu tidak perlu lagi meragukan Unika. Perjalanan Unika hingga menjadi seperti saat ini sudah menjadi bukti bahwa Unika bisa melakukan apa saja untuk tujuan yang visioner. Belum lagi jika manajemen ini didukung oleh ribuan alumni yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Ribuan alumni ini hadir dengan bantuannya masing-masing. Main di ETMC Ende misalnya, ada alumni yang menyumbang kasur, beras, pisang dll. Manajemen tidak sendiri.
Selain PSHW, ada juga klub kampus dari Universitas Halu Oleo dengan nama UHO MZF FC atau Universitas Halu Oleo Muhammad Zamrun Firihu Footbal Club. Teranyar, di NTT sendiri, baru kampus STKIP Citra Bakti Ngada dengan nama Citra Bakti Ngada FC yang telah menjadi bagian dari Asprov NTT. Unika Ruteng setidaknya sudah punya nama legendaris yakni Missio Cup.
Lantas seperti apa pengelolaan tim Missio FC ini? Tentu pertanyaan ini bisa kita arahkan pada dua model pengelolaan. Layaknya Asosiasi Kabupaten (Askab) sebut saja Askab Manggarai, Askab Ngada dll atau seperti tim-tim profesional lainnya seperti Bintang Timur Atambua, Citra Bakti Ngada atau Kristal FC.
Bagi saya, berangkat dari berbagai sumber daya yang dimiliki oleh Unika, pengelolaan Missio FC lebih baik mengarah ke model pengeloaan tim tim profesional seperti Bintang Timur Atambua, Kristal FC maupun CBN. Bisa saja Missio FC memilik tim-tim binaan layaknya Persebaya Surabaya yang juga memiliki tim-tim binaan yang konsisten menyelenggarakan turnamen intern. Di tingkatan NTT, Bintang Timur Atambua memiliki tim Bintang Timur Bajawa.
Posisi ini pun memberi peluang Missio FC membuka pintu kepada berbagai klub di kota Ruteng untuk menjadi klub binaan. Atau bisa saja tim binaan Missio FC berbasis tim program studi di kampus. Hanya memang yang menjadi salah satu benang merah penyatu dari model pengelolaan Missio FC, pemimpinan tertinggi atau presiden atau petinggi klub adalah petinggi Yayasan atau petinggi Universitas yang mana proses pergantian dan dinamikanya mutlak merupakan urusan intern pemilik.
Karena statusnya sebagai klub professional, Missio FC bisa menentukan program kerjanya sendiri. Termasuk proram kerja, pengelolaan anggaran dan struktur organisasi. Jika dibanding dengan pengelolaan tim layaknya Askab, pengelolaan tim secara professional lebih dinamis. Tidak sebirokratis jika pengelolaanya layaknya Askab. Hal ini memudahkan tim Missio FC dalam pengelolaannya.
Gambarannya demikian. Tinggal sekarang kita kembalikan ke pihak Yayasan. Apakah mau mendaftarkan Missio FC ke pihak Asprov atau tidak sama sekali. Tentu ada dinamika dalam proses mendaftar. Ada persyaratan demi persyaratan yang harus disiapkan oleh pihak Unika. Komunikasi dan lobi jadi dua kekuatan utama. Selebihnya, kita berharap, Unika mau mendaftar. Unika punya segala atribut untuk menjadi anggota Asprov. Kita berharap semoga Unika mau mendaftar. Salam hangat ke meja rapat pimpinan tertinggi Yayasan dan Universitas.
Eh tunggu dulu. Sudahkah anda ngopi hari ini? Kalau belum, ngopi dulu. Beli kue dan mari kita lanjutkan perbincangan di bidang sepak bola. Kembali ke laptop. Jika saya menyentil ekosistem bernama Unika St. Paulus Ruteng, juga tersurat Yayasan Santu Paulus Ruteng, sudah saatnya naik kelas. Naik kelas kemana? Daftar ke Asosiasi Provinsi (Asprov). Daftar untuk apa? Menjadi anggota Asprov atau menjadi bagian dari keanggotaan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Pertanyaan mendasar, mengapa harus mendaftar ke Asprov? Dua alasan yang bisa saya kemukakan. Kesatu, naik kelas. Naik kelas ini berarti Unika St. Paulus Ruteng, selanjutnya saya sebut Unika, beralih dari penyelenggara turnamen ke peserta turnamen. Hanya memang, turnamen yang diikuti oleh Unika tentu turnamen yang bergengsi, sebut saja El Tari Memorial Cup (ETMC) maupun Soeratin Cup.
Kemana arah dari dua turnamen ini? ETMC sebagai Liga 4 Indonesia bermuara ke Liga 1 Indonesia. Juara di Liga 1 Indonesia, siapa tahu ke Liga Champions Asia. Level Unika tentu turnamen yang diselenggarakan oleh Asprov atau dalam hal ini adalah PSSI. Agar bisa mengikuti turnamen yang diselenggarakan oleh PSSI, dalam hal ini Asprov, Unika mesti menjadi anggota Asprov. Untuk menjadi anggota Asprov, Unika harus mendaftar. Sama halnya dengan Yayasan Tiara Nusa yang telah mendaftar terlebih dahulu dan telah mengikuti ETMC Kota Kupang yang lalu.
Kedua, bagi saya, Unika saat ini menjadi opsi paling realistis dalam usaha memajukan sepak bola Manggarai. Lah lantas pemerintah kabupaten Manggarai apakah bukan opsi realistis tersebut? Saya tidak ingin terlalu jauh membahas pemerintah Manggarai. Sepak bola Manggarai paceklik gelar sejak tahun 2005. Harus kita akui, Unika opsi paling realistis. Unika punya segala atribut untuk menjadi jembatan kemajuan sepak bola Manggarai.
Mengapa Unika?
Kita lanjut. Pertanyaan berikutnya adalah mengapa harus Unika? Saya punya beberapa alasan. Kesatu, Unika St. Paulus Ruteng telah membuktikan komitmennya dalam usaha menyebarkan misi sepak bola yakni suportivitas. Dua kali berturut-turut menyelenggarakan Unika Cup, belum terhitung turnamen-turnamen usia muda dan senior yang pernah diselenggarakan Unika sebelumnya, menjadi bukti sahi, Unika St, Paulus Ruteng punya komitmen yang kuat dalam bidang sepak bola.Kedua, berangkat dari poin kesatu tadi, kita bisa menelusuri jejak lainnya dari sebuah komitmen yakni orang-orang atau pemangku keputusan tertinggi di Unika. Sebut saja Romo Yayasan dan Romo Rektor. Dengan terselenggaranya Unika Cup dua tahun bertururut-turut, kita bisa menarik kesimpulan bahwa dua sosok penting di Unika ini punya komitmen yang kuat dalam menggerakkan bidang sepak bola. Komitmen ini pun berjalan beriringan dengan anggaran yang dikucurkan demi suksesnya Unika Cup. Toh saya yakin, komitmen yang sama dapat terwujud dalam proses Unika mendaftar di Asprov NTT.
Ketiga, lebih dari sekadar menyelenggarakan turnamen usia muda, Unika punya fasilitas mumpuni. Untuk fasilitas ini saya mengarah ke lapangan dan tim tangguh missio FC. Di dalam kota Ruteng sendiri, saya berpikir, selain stadion Golo Dukal, hanya lapangan Unika sajalah yang representatif untuk sebuah tim sepak bola mengembangkan dirinya. Ukuran mumpuni dan rumput yang baik adanya. Juga tim tangguh Missio FC. Tim ini salah satu tim yang akrab di telinga masyarakat sepak bola Manggarai. Bermaterikan anak kampus, tim ini jadi bagian dari UKM Kemahasiswaan. Modal lapangan dan tim tangguh sudah dimiliki Unika.
Keempat, Unika punya manajemen yang handal. Manajemen ini menjadi penting dalam mengurus tim sepak bola di kancah professional. Untuk hal ini kita tentu tidak perlu lagi meragukan Unika. Perjalanan Unika hingga menjadi seperti saat ini sudah menjadi bukti bahwa Unika bisa melakukan apa saja untuk tujuan yang visioner. Belum lagi jika manajemen ini didukung oleh ribuan alumni yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Ribuan alumni ini hadir dengan bantuannya masing-masing. Main di ETMC Ende misalnya, ada alumni yang menyumbang kasur, beras, pisang dll. Manajemen tidak sendiri.
Posisi Missio FC
Saya beranggapan, Unika jadi mendaftar dengan nama Missio FC. Nama inilah yang kemudian menambah daftar keanggotaan di tubuh Asprov NTT. Unika tentu bisa berkaca dari Perkumpulan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW), klub asal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Bahkan PSHW menjadi klub sepak bola berbasis kampus pertama yang menjuarai Liga 4 Indonesia tepatnya Liga 4 PSSI DIY. Dalam final di stadion Sultan Agung Bantul, Minggu (23/2) PSHW UMY mengalahkan Bina Taruna Pro Duta dengan skor 1-0.Selain PSHW, ada juga klub kampus dari Universitas Halu Oleo dengan nama UHO MZF FC atau Universitas Halu Oleo Muhammad Zamrun Firihu Footbal Club. Teranyar, di NTT sendiri, baru kampus STKIP Citra Bakti Ngada dengan nama Citra Bakti Ngada FC yang telah menjadi bagian dari Asprov NTT. Unika Ruteng setidaknya sudah punya nama legendaris yakni Missio Cup.
Lantas seperti apa pengelolaan tim Missio FC ini? Tentu pertanyaan ini bisa kita arahkan pada dua model pengelolaan. Layaknya Asosiasi Kabupaten (Askab) sebut saja Askab Manggarai, Askab Ngada dll atau seperti tim-tim profesional lainnya seperti Bintang Timur Atambua, Citra Bakti Ngada atau Kristal FC.
Bagi saya, berangkat dari berbagai sumber daya yang dimiliki oleh Unika, pengelolaan Missio FC lebih baik mengarah ke model pengeloaan tim tim profesional seperti Bintang Timur Atambua, Kristal FC maupun CBN. Bisa saja Missio FC memilik tim-tim binaan layaknya Persebaya Surabaya yang juga memiliki tim-tim binaan yang konsisten menyelenggarakan turnamen intern. Di tingkatan NTT, Bintang Timur Atambua memiliki tim Bintang Timur Bajawa.
Posisi ini pun memberi peluang Missio FC membuka pintu kepada berbagai klub di kota Ruteng untuk menjadi klub binaan. Atau bisa saja tim binaan Missio FC berbasis tim program studi di kampus. Hanya memang yang menjadi salah satu benang merah penyatu dari model pengelolaan Missio FC, pemimpinan tertinggi atau presiden atau petinggi klub adalah petinggi Yayasan atau petinggi Universitas yang mana proses pergantian dan dinamikanya mutlak merupakan urusan intern pemilik.
Karena statusnya sebagai klub professional, Missio FC bisa menentukan program kerjanya sendiri. Termasuk proram kerja, pengelolaan anggaran dan struktur organisasi. Jika dibanding dengan pengelolaan tim layaknya Askab, pengelolaan tim secara professional lebih dinamis. Tidak sebirokratis jika pengelolaanya layaknya Askab. Hal ini memudahkan tim Missio FC dalam pengelolaannya.
Gambarannya demikian. Tinggal sekarang kita kembalikan ke pihak Yayasan. Apakah mau mendaftarkan Missio FC ke pihak Asprov atau tidak sama sekali. Tentu ada dinamika dalam proses mendaftar. Ada persyaratan demi persyaratan yang harus disiapkan oleh pihak Unika. Komunikasi dan lobi jadi dua kekuatan utama. Selebihnya, kita berharap, Unika mau mendaftar. Unika punya segala atribut untuk menjadi anggota Asprov. Kita berharap semoga Unika mau mendaftar. Salam hangat ke meja rapat pimpinan tertinggi Yayasan dan Universitas.